Minggu, 04 September 2016

ARISAN KURBAN DARI PUTUSAN PC LBM NU KAB. TULUNGAGUNG

HASIL KEPUTUSAN BAHTSUL MASA’IL KE-1
LBM-NU KABUPATEN TULUNGAGUNG
DI MWC KOTA TULUNGAGUNG
14 NOPEMBER 2009

1. DISKRIPSI MASALAH
Berbagai cara digunakan untuk bisa melaksanakan ibadah Kurban yang diantaranya melalui arisan kurban dengan praktek masing-masing dari anggota arisan mengadakan iuran wajib misalnya sebesar Rp.50 ribu, lalu uang yang telah terkumpul diberikan kepada anggota yang namanya keluar pada saat undian (mbetok), kemudian dibelikan kambing untuk kurban. Namun lama-lama harga kambing mulai naik, sehingga jika iuran tetap Rp. 50 ribu dana yang terkumpul tidak akan cukup dibelikan kambing. Berangkat dari hal tersebut ada sebagian anggota punya keinginan iuran harus ditambah (semisal menjadi; Rp 75.000) agar dana yang terkumpul cukup digunakan membeli seekor kambing. Namun sebagian yang lain (kususnya anggota yang telah mbetok) tidak menyetujui iuran ditambah. Hingga pada akhirnya hal tersebut menjadi problem yang sampai saat ini belum ada solusinya.
Pertanyaan;
A. Termasuk aqad apakah arisan kurban tersebut ?
B. Bolehkah menambah iuran ditengah-tengah arisan dengan memandang sebagian anggota tidak menyetujuinya?
C. Bagi anggota yang mbetok apakah wajib melakukan kurban ?
(MWC NU KEC. BOYOLANGU)

Jawaban;
a. Termasuk aqad Qordu (hutang piutang).
Uraian jawaban
Arisan qurban dianggap sebagai akad hutang piutang karena melihat adanya sekelompok orang yang bersama-sama membeli kambing kemudian kambing itu dihutangkan kepada salah satu dari mereka. Akad utang piutang sangat dianjurkan oleh syara’ karena hutang piutang adalah salah satu bentuk tolong menolong (QS Al Baqoroh: 245)
b. Tidak boleh apabila maqsud aqad tersebut utang-piutang uang (arisan uang).
Uraian jawaban
Dalam hutang piutang (qordlu) ada 3 rukun yang sangat menentukan status hukumnya, 3 rukun tersebut adalah :
1. shîghot (îjab-qobûl) adalah pondasi terhadap keabsahan semua bentuk transaksi termasuk hutang piutang sehingga disini tidak cukup dengan mu’athoh (saling memberi tanpa kata-kata) artinya dalam hutang piutang ini harus ada kata-kata “Saya hutangi kamu” dari yang memberi hutang dan “saya menerima hutang dari kamu” dari orang yang menerima hutang. Atau dengan kata-kata lain yang mempunyai kandungan arti yang sama.
2. ‘Aqidain (yang menghutangi dan yang menerima hutang)
disyaratkan bagi ‘aqidain adalah :
a) orang yang sempurna akalnya, sehingga anak kecil dan orang gila tidak boleh melakukan boleh melakukan hutang piutang
b) tidak terpaksa, karena dasar semua transaksi dalam islam adalah saling rela
c) sanggup berbuat baik (ahli tabarru’)
3. Ma’qud alaih yaitu objek transaksi hutang piutang ini.
Untuk menjawab masalah arisan qurban ini, kita fokuskan pada rukun ketiga yaitu ma’qud ‘alaih, karena perdebatan tentang boleh tidaknya menambah iuran arisan qurban di tengah-tengah arisan sedang berjalan bermula dari ma’qud alaih ini, sehingga perlu kita perjelas dulu ma’qud alaih-nya, apakah ma’qud alaihnya berupa uang atau kambing yang dijadikan qurban.
• Kalau ma’qud alaih-nya adalah uang maka dalam masalah arisan qurban ini ada pengembalian atau pembayaran lebih dari hutang yang telah ditentukan dalam akad sehingga hutang piutang ini termasuk bentuk riba qordlu yaitu hutang piutang dengan pengembalian lebih yang jelas dilarang syara’ (S. Al Baqoroh; 275, QS Al Baqoroh; 278-280)
• Sedangkan kalau ma’qud alaih-nya adalah kambing maka apakah harus dikembalikan dalam bentuk kambing atau boleh dikembalikan dalam bentuk uang?
Untuk menjawab pertanyaan di atas, kita harus menengok syarat atau ketentuan ma’qud alaih dalam qordlu, perlu diketahui bahwa ma’qud alaih dalam qordlu ada 2 bentuk :
1. Hal yang ada padanannya persis (mitsliyyan) seperti uang, beras, jagung dan lain-lain
2. Hal yang bernilai (mutaqowwam) seperti hewan, tanah dan lain-lain
Dalam masalah arisan qurban ini ma’qud alaih-nya adalah jenis kedua yaitu mutaqowwam, qordlu yang diperbolehkan dalam mutaqowwam adalah pada mutaqowwam yang jelas kriterianya, sehingga dalam arisan qurban ini kambing yang dijadikan objek arisan ini harus jelas kriterianya seperti besar kecilnya atau jenisnya.
Kemudian dalam pengembalian hutang piutang terhadap mutaqowwam menurut pendapat yang rojih (unggul) harus menggunakan hal yang sepadan walau tidak persis yang dalam istilah fiqhnya disebut pengembalian shurotan artinya harus dikembalikan dalam bentuk kambing walau tidak bisa sama persis. Sedang pendapat yang lain boleh dikembalikan dalam bentuk uang. Dalam masalah ini jelas kita telah mengikuti pendapat yang rojih yaitu pengembalian dalam bentuk kambing.

حاشية القليوبى على المحلى الجزء الثانى ص: 258 دار احياء الكتب
فَرْعٌ : الْجُمُعَةُ الْمَشْهُورَةُ بَيْنَ النِّسَاءِ بِأَنْ تَأْخُذَ امْرَأَةٌ مِنْ كُلِّ وَاحِدَةٍ مِنْ جَمَاعَةٍ مِنْهُنَّ قَدْرًا مُعَيَّنًا فِي كُلِّ جُمُعَةٍ أَوْ شَهْرٍ وَتَدْفَعُهُ لِوَاحِدَةٍ بَعْدَ وَاحِدَةٍ , إلَى آخِرِهِنَّ جَائِزَةٌ كَمَا قَالَهُ الْوَلِيُّ الْعِرَاقِيُّ
(Far’un) Perkumpulan yang masyhur di kalangan wanita dengan cara ada seorang wanita mengambil sejumlah uang yang ditentukan dari semua anggota setiap jum’at sekali atau setiap bulan sekali, kemudian uang yang terkumpul diberikan kepada seseorang dari mereka secara bergiliran sampai semuanya mendapatkan giliran. Perkumpulan ini hukumnya boleh seperti yang dijelaskan Syaikh Wali Al Iroqy
o مغني المحتاج 3 ص :
( وَيُرَدُّ ) فِي الْقَرْضِ ( الْمِثْلُ فِي الْمِثْلِيِّ ) ; لِأَنَّهُ أَقْرَبُ إلَى حَقِّهِ وَلَوْ فِي نَقْدٍ بَطَلَ التَّعَامُلُ بِهِ (وَ) يُرَدُّ ( فِي الْمُتَقَوِّمِ الْمِثْلُ صُورَةً ) { لِأَنَّهُ صلى الله عليه وسلم اقْتَرَضَ بَكْرًا وَرَدَّ رُبَاعِيًّا وَقَالَ : إنَّ خِيَارَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً } رَوَاهُ مُسْلِمٌ ; وَلِأَنَّهُ لَوْ وَجَبَتْ قِيمَتُهُ لَافْتَقَرَ إلَى الْعِلْمِ بِهَا , وَيَنْبَغِي كَمَا قَالَ ابْنُ النَّقِيبِ : اعْتِبَارُ مَا فِيهِ مِنْ الْمَعَانِي كَحِرْفَةِ الرَّقِيقِ وَفَرَاهَةِ الدَّابَّةِ , فَإِنْ لَمْ يَتَأَتَّ اُعْتُبِرَ مَعَ الصُّورَةِ مُرَاعَاةُ الْقِيمَةِ ( وَقِيلَ الْقِيمَةُ ) كَمَا لَوْ أَتْلَفَ مُتَقَوِّمًا , وَعَلَيْهِ فَالْمُعْتَبَرُ قِيمَتُهُ يَوْمَ الْقَبْضِ إنْ قُلْنَا يُمْلَكُ بِالْقَبْضِ , وَبِالْأَكْثَرِ مِنْ وَقْتِ الْقَبْضِ إلَى التَّصَرُّفِ إنْ قُلْنَا : يُمْلَكُ بِالتَّصَرُّفِ
Dalam Qordlu (hutang piutang) yang dikembalikan adalah padanannya ketika yang dihutang adalah perkara yang ada padanannya (mitsly), karena hal itu adalah yang lebih mendekati untuk menngembalikan hak orang yang memberi hutang, walau berupa uang yang sudah tidak laku digunakan untuk jual beli lagi. Sedangkan kalau yang dihutang berupa barang yang bernilai (mutaqowwam) maka yang digunakan membayar adalah sesuatu yang mempunyai bentuk yang sama, karena Nabi Muhammad SAW pernah hutang seekor onta Bikru (onta yang menginjak umur 6 tahun) dan membayarnya dengan seekor onta Ruba’i (onta yang menginjak umur 7 tahun), beliau bersabda: sesungguhnya sebaik-baik kalian adalah orang yang paling baik dalam membayar hutang. Alasan lain adalah bahwa seandainya harus membayar dengan harganya, maka harus diketahui harganya (ketika akad hutang piutang)
Menurut Ibnu Naqib dalam membayar hutang sebaiknya mempertimbangkan nilai-nilai yang ada pada barang yang dihutang seperti keahlian bekerja pada hamba sahaya dan gemuk atau tidak pada hewan ternak. Kalau hal itu sulit dilakukan maka yang dipertimbangkan selain bentuknya juga harganya.
Pendapat lain mengatakan bahwa yang dipertimbangkan dalam membayar hutang adalah harganya saja, hal ini seperti jika seseorang merusak perkara yang bernilai. Menurut pendapat ini serta mengacu kepada pendapat yang mengatakan bahwa barang yang dihutang menjadi milik orang yang hutang ketika sudah diserahterimakan, maka yang diperhitungkan dalam membayar hutang adalah harga ketika serah terima hutang.
Dan yang diperhitungkan adalah harga tertinggi sejak diserah-terimakan sampai digunakan ketika kita mengikuti pendapat bahwa hutang berpindah kepemilikannya ketika digunakan
o المحلي 2 ص :
قوله : { اقترض بكرا ورد رباعيا } والبكر ما دخل في السنة السادسة والرباعي ما دخل في السابعة ويقال له الثني . قوله : ( أو في صفة المثل ) علم أنه من جملة الصورة كحرفة العبد .وإذا اختلفا في قدر القيمة أو في صفة المثل فالقول قول المستقرض .
(Nabi SAW pernah hutang Bikru dan membayarnya dengan Ruba’i) Bikru adalah onta yang menginjak umur 6 tahun dan Ruba’i adalah onta yang menginjak umur 7 tahun, Ruba’i sering disebut Tsany. Diketahui bahwa sesungguhnya sifat-sifat sepadan (sifatul mitsly) termasuk katagori bentuk seperti kemampuan bekerja hamba sahaya.
Kalau orang yang hutang dan orang yang memberi hutang berselisih tentang harga atau sifat-sifat sepadan maka yang dibenarkan adalah orang yang hutang
c. Tidak wajib kecuali ada ucapan yang mengarah pada nadzar
Uraian Jawaban
Mengacu pendapat jumhurul ulama’ Pada dasarnya hukum Qurban adalah sunnah muakkad, dan bisa menjadi wajib karena adanya Nadzar.
Berbicara tentang Nadzar, Bentuk nadzar ada 2 yaitu
1) Nadzar shorih (jelas) seperti ucapan “untuk Allah, saya akan berqurban, ini adalah hewan qurbanku, aku jadikan hewan ini sebagai qurban”, dalam nadzar ini tidak membutuhkan niat bahkan kalau niat dengan niat yang tidak sesuai ucapannya, niatnya tidak diperhitungkan.
Karena itu yang sering terjadi pada masyarakat awam yaitu ketika mereka pulang dari pasar dengan menuntun kambing kemudian ditanya rekannya kambing siapa itu? Dia menjawab: “ini hewan kurbanku”, maka secara otomatis dia telah bernadzar berkurban.
Namun pendapat ini ditentang sebagian ulama’ antara lain Sayyid Umar Al Bashry yang mengatakan bahwa ucapan “Ini adalah hewan kurbanku” akan menjadi nadzar kurban kalau seseorang mengatakannya tanpa niat memberi tahu (ihbar), kalau ada niat ihbar maka tidak menjadi nadzar.
2) Nadzar kinayah (tidak jelas) seperti ucapan “kalau saya sembuh dari sakitku maka saya akan menyembelih seekor kambing”, dalam nadzar ini hukumnya sangat bergantung terhadap niat
• حاشيتا قليوبي – وعميرة – (ج 1 / ص 97)
كِتَابُ الْأُضْحِيَّةِ قَوْلُهُ : ( لَا تَجِبُ إلَّا بِالْتِزَامٍ ) يُرِيدُ بِهِ أَنَّ نِيَّةَ الشِّرَاءِ لِلْأُضْحِيَّةِ لَا تُوجِبُهَا وَهُوَ كَذَلِكَ عَلَى الْأَصَحِّ ، قَوْلُهُ : ( بِالنَّذْرِ ) أَيْ وَمَا أُلْحِقَ بِهِ كَجَعَلْتُهَا أُضْحِيَّةً أَوْ هَذِه أُضْحِيَّةً
Qurban hukumnya tidak wajib kecuali dengan adanya menerima kewajiban (dengan nadzar), ini mengandung pengertian bahwa niat membeli untuk qurban tidak menjadikan wajibnya qurban. Ini menurut Qoul Ashoh. Qurban menjadi wajib sebab nadzar atau sesuatu yang menyamainya seperti mengatakan : “aku jadikan kambing ini sebagai kurban” atau “kambing ini adalah qurban”
o مغني المختاج 6 ص : 233
وأما الصيغة فيشترط فيها لفظ يشعر بالتزام فلا ينعقد بالنية كسائر العقود وتنعقد بإشارة الأخرس المفهمة , وينبغي كما قال شيخنا انعقاده بكناية الناطق مع النية
Disyaratkan dalam Shighot (ungkapan nadzar), kata-kata yang menunjukkan menerima kewajiban, sehingga tidak sah nadzar hanya dengan niat seperti aqad-aqad yang lain, dan nadzar sah dengan isyarat bagi orang bisu. Dan menurut Syaikhuna nadzar sah dengan bahasa kinayah jika disertai niat
o نهاية المختاج 8 ص: 131
[ فَرْعٌ ] لَوْ قَالَ : إنْ مَلَكْت هَذِهِ الشَّاةَ فَلِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ بِهَا لَمْ تَلْزَمْهُ , وَإِنْ مَلَكَهَا لِأَنَّ الْمُعَيَّنَ لَا يَثْبُتُ فِي الذِّمَّةِ بِخِلَافِ إنْ مَلَكْتُ شَاةً فَلِلَّهِ عَلَيَّ أَنْ أُضَحِّيَ بِهَا فَتَلْزَمُهُ إذَا مَلَكَ شَاةً لِأَنَّ غَيْرَ الْمُعَيَّنِ يَثْبُتُ فِي الذِّمَّةِ , كَذَا صَرَّحُوا بِهِمَا فَانْظُرْ الرَّوْضَ وَغَيْرَهُ انْتَهَى سم عَلَى مَنْهَجٍ
(Far’un) Kalau ada orang berkata : “Jika aku memiliki kambing ini, maka hanya karena Allah aku akan berkurban dengannya”, maka dia tidak wajib berkurban walau dia benar-benar memiliki kambing tersebut, sebab “sesuatu yang tertentu tidak bisa menjadi tetap dalam tanggungjawabnya”. Berbeda jika ia mengatakan: “Jika aku memiliki seokar kambing maka hanya karena Allah aku akan berkurban dengannya”, maka ia wajib berkurban jika ia benar-benar memiliki seekor kambing, karena “sesuatu yang tidak tertentu itu bisa menjadi tetap dalam tanggungjawabnya”. 2 masalah ini telah dijelaskan oleh ulama’, lihat dalam kitab Roudl dan kitab-kitab lain

ARISAN KURBAN

1. ARISAN KURBAN
Deskripsi
Pada saat sekarang ini banyak masyarakat yang antusias ingin dapat melaksanakan ibadah kurban. Banyak cara yang dilakukan oleh mereka untuk dapat mencapainya. Salah satunya adalah dengan sistem arisan. Adapun sistem arisannya adalah sebagai berikut:
Pada setiap tahun semua anggota menghimpun dana dengan iuran yang telah ditetapkan sebelumnya, lalui dana tersebut dibelikan seekor sapi atau kerbau untuk tujuh orang pada setiap tahunnya secara bergiliran, namun biasanya hewan-hewan kurban tersebut antara yang mendapat giliran pertama dengan yang giliran selanjutnya harga dan besarnya itu berbeda.
Ada yang secara rombongan, tujuh orang dengan mengeluarkan iuran bersama-sama untuk dibelikan seekor sapi atau kerbau untuk dibuat kurban.
Pertanyaan
a. Bolehkah berkurban dengan cara arisan seperti kasus praktek di atas?
b. Bolehkah orang yang berkorban wajib dan keluarga yang masih dalam tanggungannya itu menerima atau memakan hewan kurban tersebut sebelum dipisah ((إفراز?
 (PP. Al-Ittihad Jungpasir)
Jawaban
a. Diperbolehkan.
Referensi
1. حاشية القليوبى على المحلى الجزء الثانى ص: 258 دار احياء الكتب
(فرع) الجمعة المشهورة بين بأن تأخذ امرأة من كل واحدة من جماعة منهن قدرا معينا فى كل جمعة أو شهر وتدفعه لواحدة بعد واحدة الى أخرهن جائزة كما قال الولى العراقى إهـ
2. روضة الطالبين وعمدة المفتين الجزء الأول ص: 497- 498
باب القرض هو مندوب إليه وأركانه أربعة العاقدان والصيغة والشيء المقرض فلا يصح إلا من أهل التبرع وأما الصيغة فالايجاب لا بد منه وهو أن يقول أقرضتك أو أسلفتك أو خذه هذا بمثله أو خذ هذا واصرفه في حوائجك ورد بدله أو ملكتك على أن ترد بدله فلو اقتصر على ملكتكه فهو هبة فان اختلفا في ذكر البدل فالقول قول الآخذ قلت وحكي وجه أن القول قول الدافع وهو متجه وفي التتمة وجه أن الإقتصار على ملكتكه قرض والله أعلم.وأما القبول فشرط على الأصح وبه قطع الجمهور وادعى إمام المحرمين أن عدم الاشتراط أصح قلت وقطع صاحب التتمة بأنه لا يشترط الايجاب ولا القبول بل إذا قال لرجل أقرضني كذا أو أرسل إليه رسولا فبعث إليه المال صح القرض وكذا قال رب المال أقرضتك هذه الدراهم وسلمها إليه ثبت القرض والله أعلم.وأما الشيء المقرض فالمال ضربان. أحدهما يجوز السلم فيه فيجوز إقراضه حيوانا كان أو غيره-الى أن قال-الضرب الثاني ما لا يجوز السلم فيه فجواز إقراضه يبنى على أن الواجب في المتقومات رد المثل أو القيمة إن قلنا بالأول لم يجز وبالثاني جاز-الى أن قال-(فصل) يحرم كل قرض جر منفعة كشرط رد الصحيح عن المكسر أو الرديء وكشرط رده ببلد آخر فان شرط زيادة في القدر حرم إن كان المال ربوياً وكذا إن كان غير ربوي على الصحيح وحكى الامام أنه يصح الشرط الجار للمنفعة في غير الربوي وهو شاذ غلط فإن جرى القرض بشرط من هذه فسد القرض على الصحيح.فلا يجوز التصرف فيه وقيل لا يفسد لأنه عقد مسامحة.ولو أقرضه بلا شرط فرد أجود أو أكثر أو ببلد آخر جاز.ولا فرق بين الربوي وغيره ولا بين الرجل المشهور برد الزيادة أو غيره على الصحيح-الى أن قال-(فصل) فيما يملك به المقرض قولان منتزعان من كلام الشافعي رضي الله عنه أظهرهما بالقبض والثاني بالتصرف فإن قلنا بالقبض فهل للمقرض أن يلزمه رده بعينه ما دام باقياً أم للمستقرض رد بدله مع وجوده وجهان أصحهما عند الأكثرين الأول.
3. الفقه المنهجي الجزء الثالث ص: 96
ما يجب رده بدل القرض: علمنا أن المال المقترض ينبغي أن يكون مثليا أو أن يكون قيميا ينضبط بالوصف وعليه: فيجب رد المثل إذا كان محل القرض مالا مثليا وكان موجودا فإذا انعدم وجب رد قيمته وإن كان محل القرض مالا قيميا وجب رد مثله صورة كما لو اقترض شاة قإنه يرد شاة بدلها بنفس أوصافها لحديث أبي رافع رضي الله عنه الذي مر معنا فإن رسول الله صلى الله عليه وسلم أمره أن يقتضي الرجل بكرا بدل بكره. وقيل يجب رد القيمة في القيمي لأن ما يضمن بالمثل إن كان له مثل يضمن بالقيمة إذا لم يكن له مثل وعلى القول بوجوب القيمة فالواجب القيمة يوم القبض على القول بأن العين المستقرضة تملك بالقبض وهو الأصح وعلى القول بأنه يملك بالتصرف فالواجب أكثر القيم من يوم القبض إلى يوم التصرف.
4. حاشيتا قليوبي - وعميرة الجزء الثاني ص: 322
(ويجوز إقراض ما يسلم فيه) من حيوان وغيره (إلا الجارية التي تحل للمقترض) فلا يجوز إقراضها له (في الأظهر) بناء على الأظهر الآتي أن المقرض يملك بالقبض لأنه ربما يطؤها ثم يستردها المقرض فيكون في معنى إعارة الجواري للوطء.والثاني يجوز بناء على أن المقرض لا يملك بالقبض فيمتنع الوطء (وما لا يسلم فيه لا يجوز إقراضه في الأصح) بناء على الأصح الآتي أن الواجب في المتقوم رد مثله صورة والثاني يجوز بناء على أن الواجب فيه رد القيمة وفي قرض الخبز وجهان كالسلم فيه أصحهما في التهذيب المنع واختار ابن الصباغ وغيره الجواز وهو المختار في الشرح الصغير للحاجة وإطباق الناس عليه وعلى الجواز يرد مثله وزنا إن أوجبنا في المتقوم رد المثل وإن أوجبنا القيمة وجبت هنا (ويرد المثل في المثل) وسيأتي في الغصب أنه ما حصره كيل أو وزن وجاز السلم فيه ( وفي المتقوم) يرد ( المثل صورة) وفي حديث مسلم (أنه صلى الله عليه وسلم اقترض بكرا ورد رباعيا وقال إن خياركم أحسنكم قضاء) (وقيل) يرد (القيمة) كما لو أتلف متقوما وتعتبر قيمة يوم القبض إن قلنا يملك المقرض به وإن قلنا يملك بالتصرف فيعتبر قيمة أكثر ما كانت من يوم القبض إلى يوم التصرف .وقيل قيمته يوم القبض وإذا اختلفا في قدر القيمة أو في صفة المثل فالقول قول المستقرض .
5. شرح الوجيز الجزء التاسع ص: 345- 347
(الثالثة) ستعرف في الغصب أن المال ينقسم إلى مثلى والى متقوم فإذا استقرض مثليا رد مثله وإذا استقرض متقوما فوجهان (اقيسهما) واختاره الشيخ ابو حامد أنه يرد القيمة كما لو أتلف متقوما على انسان تلزمه القيمة (وأظهرهما) أنه يرد المثل من حيث الصورة واختاره الاكثرون لما روي أن النبي صلى الله عليه وسلم (استقرض بكرا ورد بازلا) (1) والبكر الفتى من الابل والبازل الذي له ثمانى سنين وروي أنه صلى الله عليه وسلم (استسلف بكرا فأمر برد مثله) (فان قلنا) بالاول فالاعتبار بقيمة يوم القبض ان قلنا يملك القرض في القبض (وان قلنا) يملك بالتصرف فبالاكثر من يوم القبض إلى يوم التصرف وفيه وجه أن الاعتبار بيوم القبض وإذا اختلفا في قدر القيمة أو في صفة المثل فالقول قول المستقرض.
6. حاشية الجمل الجزء الثالث ص: 261
(قوله صورة) قال شيخنا في شرحه ومن لازم اعتبار المثل الصوري اعتبار ما فيه من المعاني التي تزاد القيمة بها كجودة الرقيق ورفاهية الدار كما قاله ابن النقيب فيرد ما يجمع تلك الصفات كلها حتى لا يفوت عليه شيء ويصدق المقترض فيها بيمينه لأنه غارم ا هـ.
7. المجموع الجزء الثالث عشر ص: 174
فال المصنف رحمه الله (فصل) ويجب على المستقرض رد المثل فيما له مثل لان مقتضى القرض رد المثل ولهذا يقال الدنيا قروض ومكافأة فوجب أن يرد المثل وفيما لا مثل له وجهان (أحدهما) يجب عليه القيمة لان ما ضمن بالمثل إذا كان له مثل ضمن بالقيمة إذا لم يكن له مثل كالمتلفات (والثانى) يجب عليه مثله في الخلقة والصورة لحديث أبى رافع أن النبي صلى الله عليه وسلم أمره أن يقضى البكر بالبكر ولان ما ثبت في الذمة بعقد السلم ثبت بعقد القرض قياسا على ما له مثل ويخالف المتلفات فإن المتلف متعد فلم يقبل منه الا القيمة لانها أحصر وهذا عقد أجيز للحاجة فقبل فيه مثل ما قبض كما قبل في السلم مثل ما وصف.
8. روضة الطالبين وعمدة المفتين الجزء الأول ص: ص 499
(فرع) اقترض حيواناً إن قلنا يملك بالقبض فنفقته على المفترض وإلا المقرض إلى أن يتصرف المستقرض ولو اقترض من يعتق عليه عتق إذا قبضه إن قلنا يملك به ولا يعتق إن قلنا بالتصرف قال في التهذيب ويجوز أن يقال يعتق ويحكم بالملك قبيله قلت جزم صاحب التتمة بهذا الاحتمال ولكن المعروف أن لا يعتق والله أعلم.